Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an : Bisnis Menguntungkan VS Bisnis Merugi

Liana Tasa Jurusan Akuntansi Syariah (Mahasiswi Insitut Agama Islam Tazkia Bogor)

Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an : Pandangan Al-Qur’an, Bisnis menguntungkan, Bisnis Merugi, Pemeliharaan

A. Pandangan Al-Qur’an Tentang BisnisĀ 

Al-Qur’an menganggap bahwasanya bisnis itu adalah tindakan yang halal yang dibolehkan, baik dan sangat menguntungkan, baik keuntungan secara individu maupun masyarakat. Perdagangan yang jujur dan bisnis yang fair sangat dihargai, direkomendasikan dan dianjurkan oleh Al-Qur’an.

B. Bisnis yang Menguntungkan

Dalam pandangan Al-Qur’an bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen dasar :

1. Investasi modal yang sebaik-baiknya.

Menurut Al-Qur’an tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtighai mardhatillah (menuntut keridhaan Allah) karena aktivitas yang mencari kerindhaan Allah ini merupakan summum bonum (kebaikan tertinggi atau hakiki) dari seluruh kebaikan. Jadi investasi terbaik itu adalah jika ditujukan untuk mencapai keridhaan Allah. Cara kita menginvestasikan dan mencapai ridho Allah tersebut adalah dengan menentukan usaha apa yang akan kita bangun. Cara yang paling bagus adalah dengan mempergunakan dalam hal-hal yang baik dan bagus. Investasi itu seluruhnya sangat bergantung pada kondisi dan keikhlasan orang yang melakukan. Jika ia melakukannya dengan baik dan penuh ikhlas maka pahala dari investasi itu akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang hanya Allah yang tahu. Membelanjakan harta untuk zakat juga salah satu jalan lain untuk mencapai ridho Allah.Ā 

2. Keputusan yang sehat.

Agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung hendaknya bisnis itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati. Hasil yang akan dicapai dengan pengambilan keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati ini akan nyata, tahan lama dan bukan hanya merupakan bayang-bayang dan sesuatu yang tidak kekal. Usaha untuk mencari keuntungan banyak dilakukan dengan cara-cara bisnis yang curang sehingga akan menghasilkan sesuatu yang sangat tidak baik dan menimbulkan satu kemelaratan yang mungkin juga terjadi di dunia ini. Dengan demikian, menurut Al-Qur’an bisnis yang menguntungkan adalah bukan hanya dengan melakukan ukuran yang besar dan timbangan yang tepat, namun juga dengan menghindari segala bentuk dan praktek-praktek kecurangan yang kotor dan korup.Ā 

Baca Juga :  Antara Wadi'ah dan Mudharabah, Lebih Worth it yang mana?

3. Perilaku yang benar.

Perilaku yang baik mengandung kerja yang baik sangatlah dihargai dan dianggap sebagai suatu investasi bisnis yang dalam menguntungkan. Karena itu akan menjamin adanya kedamaian di dunia dan juga kesuksesan di akhirat. Standar dan ukuran perilaku tersebut hendaknya selalu diselaraskan dengan perilaku Rasulullah. Dalam bisnisnya, seorang muslim harus selalu ingat terhadap Allah, terhadap ibadah ritualnya dan kewajibannya untuk membayar zakat, sampai pada saat aktivitas yang demikian sibuk dan cepat. Dia harus menghentikan sejenak aktivitas bisnisnya saat datang panggilan untuk salat Jum’at dan kembali melakukan aktivitas bisnisnya setelah shalat Jum’at usai.

C. Bisnis yang Merugi

Seluruh tindakan dan diealing serta transaksi memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan yang sedikit secara sementara, namun akhirnya akan membawa kerugian yang demikian banyak dan tidak dapat diperbaiki, dianggap oleh Al-Qur’an sebagai bisnis yang sungguh-sungguh merugikan. Riba misalnya dianggap sebagai bisnis yang merugikan, walaupun kelihatan bahwa orang-orang yang melakukan riba itu bertambah hartanya dengan cara meribakan modal usahanya.Ā 

1. Investasi Modal yang Jelek.

Menurut Al-Qur’an ada transaksi yang jika manusia menerjunkan diri dalam transaksi itu pasti akan menderita kerugian. Dalam transaksi tersebut seorang pedagang bukan hanya tidak memperoleh keuntungan apa-apa, bahkan lebih parah dari itu ia akan kehilangan modalnya dan akhirnya bangku total, yakni membeli dunia dengan akhirat. Mereka menjadikan tujuan pekerjaannya hanya untuk memperoleh kenikmatan dunia yang fana, tanpa memperhatikan lagi pahala di akhirat. Mereka menyerahkan diri dan pengabdiannya pada selain Allah, dan akhirnya adalah dengan membuang modal yang paling berharga, yakni kehidupan itu sendiri dengan tidak menanamkannya pada hal-hal yang benar dan tepat guna.Ā 

2. Keputusan yang Tidak Sehat.

Tak ada sebuah kejahatan dalam hidup ini yang lebih besar dari sebuah tindakan yang diambil dengan cara-cara yang tidak logis dan tidak rasional. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak sehat dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian yang besar. Contoh-contoh pengambilan keputusan tidak sehat adalah lebih mementingkan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, lebih menyukai hal-hal yang khabits (hal-hal yang kotor) karena banyak dan melimpahnya (artinya memilih hal-hal yang bersifat kuantitas dan tidak melihat kualitas), imannya tidak kokoh dan selalu goyah serta tidak stabil, menyadarkan diri pada harta dan kekuasaan, bukannya pada kebenaran dan keadilan, mencari perlindungan palsu selain Allah, serta membeli sesuatu yang menjauhkan dirinya dari jalan lurus yang telah Allah tunjukkan.

Baca Juga :  PREDIKSI EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA PADA TAHUN 2025

3. Perilaku Jahat.

Perilaku yang jahat tersebut ialah tidak beriman dan menolak petunjuk yang diwahyukan di dalam Al-Qur’an, seperti menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut-nyebut sedekah dan kebaikannya hanya untuk mendapatkan perhatian manusia, mempraktekkan riba, melibatkan diri dalam minuman keras dan perjudian, menghianati amanah dan kepercayaan, menjadi pembangkang dan pemberontak pada Allah, menjadi manusia arogan, sombong dan takabur serta masih banyak lagi. Yang sangat penting untuk dicatat bahwasanya Al-Qur’an tidak hanya mendeskripsikan perilaku buruk dan buruk saja, namun Al-Qur’an lebih jauh dari itu mengungkapkan tentang penjagaan semua perbuatan dan perilaku manusia di dunia ini dengan catatan yang begitu teliti dan detail pada Hari Kebangkitan. Allah akan melakukan perhitungan terhadap perbuatan mereka.

D. Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan HukumanĀ 

1. Pemeliharaan Prestasi.

Al-Qur’an memperingatkan dengan jelas dalam peringatan dan ancamannya bahwasanya seluruh aksi dan transaksi, bahkan niat dan delibrasi (pemikiran yang mendalam) dari setiap manusia selalu saja disorot dan dimonitor dengan cara akurat dan selalu direkam dan catat. Dalam hubungan ini, patut kiranya dicatat bahwasanya Allah itu Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Tahu terhadap semua apa yang dilakukan dan di ditransaksikan manusia. Dari itu semua diharapkan agar manusia diingatkan pada empat hal yang sangat penting dalam pengerjaan aktivitas di dunia.

a.) Bahwasanya tidak ada kemungkinan untuk lari dari pengadilan di akhirat nanti.

b.) Bahwasanya pengadilan yang akan dilakukan itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil.

c.) Bahwasanya pengadilan itu akan didasarkan pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk dibantah.

d.) Bahwasanya manusia akan diganjar dan disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.

Baca Juga :  Bisnis Konvensional dan Bisnis Syariah, Mana yang Lebih Baik?

2. Pahala dan Siksa.

Al-Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan diterima oleh setiap manusia di akhirat, berdasarkan perilaku mereka di dunia. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Al-Qur’an tidak sekedar mendeskripsikan tentang masalah baik dan buruk dan menjanjikan pahala bagi perilaku yang baik dan siksa bagi pelaku jahat. Semua insentif dan pencegahan (deterran) ini akan bersamaan dengan dijaganya orang-orang yang melakukan perbuatan baik setelah istiqomah di jalan yang lurus sesuai dengan apa yang Allah gariskan.

KesimpulanĀ 

Konsep Al-Qur’an tentang bisnis sangatlah komprehensif. Parameter yang dipakai tidak hanya yang menyangkut dunia saja, namun juga menyangkut urusan akhirat. Bisnis yang benar-benar sukses menurut pandangan Al-Qur’an adalah bisnis yang membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan manusia yang fana dan terbatas (dunia) dan abadi serta tak terbatas (akhirat). Saat terjadi konflik antara keduanya, sebuah tindakan yang bijak dibutuhkan oleh seseorang, yakni dengan meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi memperoleh keuntungan yang masih lama namun abadi. Itu dilakukan dengan melakukan perilaku yang benar yang telah Allah tetapkan. Tidak mungkin bisa dibayangkan, ada sebuah aktivitas bisnis namun tidak ada harta benda. Harta kekayaan baik itu berupa uang tunai maupun bukan adalah bagian integral dari transaksi bisnis. Kevitalan harta kekayaan dalam bisnis adalah sesuatu yang menjadi fakta dalam dirinya sendiri (self-evident).

Penulis : Liana Tasa Jurusan Akuntansi Syariah (Mahasiswi Insitut Agama Islam Tazkia Bogor)

Batengupdate.com
Bagikan :
Facebook
WhatsApp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page

Scroll to Top